Ditulis oleh: Liong Vincent Christian / Vincent Liong dan Anton Widjojo
Tempat, Hari dan Tanggal: Jakarta, Sabtu, 6 September 2008
e-link tempat diskusi: klik disini atau disini balasan harap di cc ke alamat email vincentliong@yahoo.co.nz agar dapat cepat kami baca.
>+==============================+<
note: artikel ini adalah rangkuman hasil kutip-mengkutip dari banyak artikel kompatiologi berbeda, yang diurutkan ditambahkan dan disesuaikan sesuai tema yang ingin disajikan penulis.
>+==============================+<
“Semenjak manusia sadar bahwa dia memiliki kesadaran diri, dan kesadaran diri adalah sesuatu yang pasti, maka manusia menganggap semua ilmu pengetahuan harus dibangun atas dasar kepastian. Sehingga semua pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan dan ketidak pastian tidak dapat dipandang sebagai ilmu.
Tetapi jangan lupa kesadaran diri dan pengalaman tidaklah ada hubungannya. Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu. Jadi pengetahuan yang didapat dari pengalaman tidak dapat dengan begitu saja dikatakan benar atau salah dengan memakai metode kepastian.”
(dikutip dari bagian Pendahuluan dari e-book “Kompatiologi Logika Komunikasi Empati”)
-----
Orang yang memilih jalan hidup sebagai orang kebanyakan (95%) tidak secara otomatis dapat dipastikan memiliki kewarasan, mengikuti norma dan peraturan yang berlaku.
Menjadi orang yang memilih jalan hidup yang berbeda dari kebanyakan orang (5%) tidak secara otomatis bisa dipastikan tidak memiliki kewarasan, tidak mengikuti norma dan peraturan yang berlaku.
Orang gila adalah orang yang tidak menyadari kegilaannya, sehingga kegilaan tersebut dapat muncul dengan tidak terkontrol; Kalau seseorang telah mampu menyadari adanya kegilaan-kegilaan yang dimilikinya, maka tentunya orang tersebut tidak akan melampiaskan kegilaannya di sembarang waktu dan tempat. Dia hanya melampiaskannya pada tempat-tempat tertentu, di mana suatu kegilaan dapat dilampiaskan tanpa merugikan pihak lain di luar diri kita. Sebab jika pelampiasan kegilaan dilakukan pada waktu dan tempat yang salah, maka dapat merugikan pihak lain, yang menimbulkan konsekwensi; orang lain tersebut akan merespon dengan membalas merugikan diri kita.
-----
Umpamanya pada sebuah kehidupan di dunia malam dimana aturan budaya yang berlaku melekat pada peran masing-masing individu di dalamnya;
Seorang konsumen mempunyai Hak dapat bertingkah sesuai dengan kemauannya, yang jika dilakukan di luar wilayah kehidupan malam, tindakan itu dapat disebut melecehkan, pada para wanita/pria penghibur di dalam ruangan tsb; dengan Kewajiban membayar sesuai tarif yang berlaku.
Seorang wanita/pria penghibur memiliki Kewajiban untuk menerima perlakuan konsumen Tanpa Memiliki Hak untuk menolak atau menunjukkan ketidaksenangannya; dengan konsekwensi positifnya wanita/pria penghibur tsb memiliki Hak atas bayaran uang dari konsumen sesuai tariff yang berlaku.
Dan para pelayan yang bekerja di dunia malam berKewajiban menghidangkan minuman dan membersihkan sisa-sisa minuman tamu, tetap bertingkahlaku selayaknya orang yang bekerja di wilayah 95% seperti layaknya sopan-santun pegawai; para pelayan Tidak berHak untuk marah terhadap resiko bila terlecehkan oleh orang mabuk, keuntungannya mereka berHak mendapatkan upah yang lebih dibandingkan mereka menjadi pelayan di wilayah 95%.
Pelanggaran aturan terjadi bilamana; Seorang konsumen tidak melaksanakan Kewajibannya membayar sesuai tarif yang berlaku, Seorang wanita/pria penghibur dan pelayan marah karena dilecehkan konsumen. Seorang wanita/pria penghibur menghalangi konsumen dalam memaksimalkan Hak-nya untuk melecehkan si wanita/pria penghibur.
Aturan budaya yang melekat pada masing-masing peran di kehidupan dunia malam baik kepada; si konsumen, si wanita/pria penghibur maupun si pelayan menginjinkan setiap individu untuk memaksimalkan Hak-nya selama masih melunasi Kewajibannya masing-masing. Si konsumen boleh merayu si wanita/pria penghibur dan membuatnya mabuk agar kehilangan kontrol dan bisa dimaksimalkan untuk dipermainkan lebih jauh. Si wanita/pria penghibur bisa berusaha merayu si konsumen agar membeli service yang lebih sehingga mendapatkan uang tips dan uang jasa yang lebih dari kesepakatan sebelumnya. Si pelayan bisa memberikan pelayanan misalnya; pemesanan minuman yang cepat, membersihkan meja dari sampah atau berprilaku lebih ramah dan ‘ringan tangan’ (suka membantu) agar mendapatkan uang tips yang lebih.
Peraturan yang sama dari semuanya adalah aturan tentang fairness. Siapa yang mendapatkan lebih dituntut lebih dan siapa yang mendapatkan kurang dituntut kurang, itulah yang disebut kesepakatan yang fair. Untuk mendapatkan Hak-nya seseorang harus melakukan Kewajiban-nya.
Segala kesepakatan antar peran masing-masing individu di dalam dunia malam hanya berlaku di dalam ruangan itu saja dan saat itu saja. Mungkin saja ketika masing-masing individu keluar dari ruangan, kembali ke dunianya masing-masing, satu sama lain mereka menjadi tidak saling kenal, seolah-olah tidak pernah bertemu, tidak ada yang pernah terjadi. Kesepakatan budaya ala dunia malam hanya berlaku di dalam ruangan itu saja dan saat itu saja, di luar masing-masing individu kembali menjadi manusia 95% dengan norma, aturan, dan sopan santun yang berlaku di masyarakat umum.
-----
Jikalau seorang supir Bajaj memukul seorang polisi, lalu seorang polisi membalas dengan menangkap supir Bajaj tersebut, maka bisa saja terjadi “korps”(persaudaraan seprofesi) yaitu para supir Bajaj tersebut akan bersama-sama mengeroyok polisi yang menangkap supir Bajaj tersebut tanpa mencari tahu sebab-musebab asal-usulnya permasalahan.
Jikalau seorang Polisi menyalahgunakan kekuasaannya kepada seorang anggota “masyarakat” (yang bukan anggota korps polisi), lalu orang tersebut melapor ke kantor tempat polisi tersebut bertugas, maka bisa saja terjadi bilamana anggota masyarakat tsb malah akan dikerjai oleh “rekan sejawat” si polisi yang melakukan kesalahan. Tindakan yang tepat untuk dilakukan oleh anggota masyarakat tersebut adalah melaporkan pelanggaran tsb kepada yang lebih tinggi posisinya misalkan ke polisi militer.
Jikalau seorang dokter melakukan malpraktek dan si korban mengadukannya ke rumahsakit tempat dokter tersebut bertugas, maka bisa saja terjadi para rekan sejawat si dokter yang melakukan malpraktek akan mati-matian menutupi kesalahan rekan sejawatnya. Tindakan yang tepat untuk dilakukan oleh si korban adalah mengadukan kasus tsb ke lembaga bantuan hukum yang menangani kasus malpraktek atau mengadukan hal tsb ke badan yang mengawasi kode etik kedokteran.
Kepolisian memiliki peran sebagai Polisi Hukum Masyarakat; Kedokteran memiliki peran sebagai Polisi Kesehatan Masyarakat; dan Psikologi memiliki peran sebagai Polisi Superego Masyarakat. Tiap bidang kegiatan professional yang memiliki perannya sebagai “Polisi” terhadap suatu bidang di masyarakat, sudah seharusnya juga memiliki “Polisi Militer”-nya masing-masing.
-----
I * Ketika orang mulai beranggapan bahwa “kesadaran berhubungan dengan kepastian”;
II * Ketika “fair-ness” tidak dijalankan (Siapa yang mendapatkan lebih dituntut lebih dan siapa yang mendapatkan kurang dituntut kurang, itulah yang disebut kesepakatan yang fair);
III * Ketika suatu jenis kegiatan professional yang memiliki perannya sebagai “Polisi” terhadap suatu jenis bidang kegiatan di masyarakat, tidak memiliki “Polisi Militer”-nya masing-masing.
Jika ketiga hal ini terjadi bersamaan, maka yang tercipta adalah pemerintahan “Tiran” yang akan berakhir dengan keruntuhannya secara alami.
-----
“Akal yang diharapkan akan menghasilkan hal yang lebih baik dan bermoral, ternyata malah menghasilkan kekacauan dan kesengsaraan bagi manusia dan hanya menghasilkan keuntungan bagi kelompok atau dirinya dan tidak pernah mempertimbangkan kerugian dipihak lain. Sedangkan strategi bertujuan meminimalkan kerugian dari semua pihak.
Semenjak manusia sadar bahwa dia memiliki kesadaran diri, dan kesadaran diri adalah sesuatu yang pasti, maka manusia menganggap semua ilmu pengetahuan harus dibangun atas dasar kepastian. Sehingga semua pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan dan ketidak pastian tidak dapat dipandang sebagai ilmu.
Tetapi jangan lupa kesadaran diri dan pengalaman tidaklah ada hubungannya. Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu. Jadi pengetahuan yang didapat dari pengalaman tidak dapat dengan begitu saja dikatakan benar atau salah dengan memakai metode kepastian.
Kini tiba pada pengertian baru, bahwa pengalaman tidak dapat menjadi tolok ukur, tetapi menghasilkan jangkauan variasi yang berskala. Ini sebenarnya sudah kita ketahui sejak dulu, tetapi tidak pernah kita sadari, seperti waktu, tidak kita sadari adalah suatu dimensi sampai Einstein mengenalkan pada kita bahwa waktu adalah dimensi. Setelah kita menyadari waktu adalah dimensi, banyak pengetahuan yang dahulu terasa benar, akhirnya kebenarannya hanya di dalam lingkup dan kondisi yang sangat sempit dan tertentu.
Anda mempunyai kesadaran akan adanya pilihan. Pilihan ada di tangan anda. Tetap tinggal di kepastian, atau berani mengalami realita baru dalam hidup anda.”
(dikutip dari bagian Pendahuluan dari e-book “Kompatiologi Logika Komunikasi Empati”)
Download for Free (tidak perlu membership) Update Terbaru E-Book Kompatiologi
klik ini (kompatiologi_logika_komunikasi_empati model pdf); 2. kompatiologi_logika_komunikasi_empati model rtf; 3. catatan_harian_seorang_pendekon_kompatiologi_andy_ferdiansyah model pdf; 4. catatan_harian_seorang_pendekon_kompatiologi_andy_ferdiansyah model rtf; 5. Kitab_Angin_Kompatiologi_Juswan_Setyawan model rar.
Monday, September 8, 2008
Kesadaran dan Kepastian Tidak Ada Hubungannya
Posted by ucupneptune at 7:13 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment