Business Accounting
An online business accounting resource that's FREE! Learn accounting principles, business investments, debits and credits, financial ratios, improving profits, breakeven point, and more. Accountingcoach.com will help you become financially literate. Online Accounting Course
The best online accounting course, and it's FREE! Learn accounting principles, debits and credits, financial ratios, breakeven point, improving profits, and more. Accountingcoach.com's online accounting course will help you become financially literate.
Google
Harstone Pottery is handmade in Ohio! It takes 8 days to make a piece. Start your collection today! Perfect for gifts!

eranon

TRY THIS ! ! !






Thursday, January 10, 2008

BEBERAPA PANDANGAN TENTANG HUKUMAN MATI (DEATH PENALTY) DAN RELEVANSINYA DENGAN PERDEBATAN HUKUM DI INDONESIA

Wacana tentang perapan dan penghapusan hukuman mati (death penalty) dalam konteks hukum Indonesia tampaknya masih akan menghangat dalam beberapa dekade kedepan. Perdebatan ini sejalan dengan dinamika hukum nasional dan internasional yang sangat pesat dalam setengah abad terakhir serta munculnya pendekatan-pendekatan baru dalam melihat dan menilai relevansi hukuman mati dalam konteks sistem hukum, bentuk dan asas negara, serta perubahan sosial, termasuk teknologi.
Sebagai ilustrasi, dahulu hukuman mati dipandang relevan, sah dan dilakukan secara terbuka didepan umum, dengan cara dipancung, dibakar, atau bahkan disiksa hingga mati. Di hampir seluruh dunia, hukuman mati dilakukan untuk kejahatan-kejahatan subversif berupa penghinaan terhadap Raja atau Pimpinan Agama, kejahatan perang dan pemberontakan, kriminalitas yang disertai dengan kekejaman, dan lain-lain. Kekuasaan untuk menjatuhkan hukuman mati ada pada Raja, Panglima Perang, Pimpinan Agama, atau Hakim yang ditunjuk oleh Raja. Seringkali keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati tidak mengacu pada sandaran Undang-undang, namun hanya berdasarkan titah Raja. Seiring dengan perubahan sistem kenegaraan dan masyarakat, muncul pandangan baru terhadap hukuman mati. Tindak kejahatan yang dapat dikenai sangsi hukuman mati dibatasi, antara lain untuk tindak pembunuhan berencana dan kejam serta prosedur pelaksanaannya dilakukan tertutup. Pedang, goulatine, hukuman bakar dan siksa digantikan dengan peluru atau kursi listrik yang dipandang tidak menyebabkan sakaratul maut yang lama dan menyakitkan. Keputusan untuk menjatuhkan hukuman diambil melalui mekanisme peradilan, bukan berdasarkan perintah penguasa semata-mata.
Dalam perkembangan terakhir, keabsahan hukuman mati terus dipertanyakan. Gugatan ini terkait dengan pandangan “Hukum Kodrat” yang menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurang (non-derogable rights) oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh negara, atas nama hukum atau dalam situasi darurat. Sebagai hak yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun meski atasnama Tuhan sekalipun. Pandangan lain adalah adanya perubahan konsep dari hukuman sebagai pembalasan menjadi hukuman sebagai pendidikan dan permasyarakat. Penjara tidak disebut sebagai rumah tahanan, tapi lembaga permasyarakatan dengan asumsi para tahanan akan dididik untuk dapat kembali ke masyarakat, termasuk mereka yang melakukan kejahatan yang dipandang ‘layak’ dijatuhi hukuman mati. Termasuk beberapa kasus kesalahan dalam penjatuhan hukuman mati terhadap mereka yang tidak bersalah atau menjadi tumbal/kambing hitam hukum atau penghukuman terhadap mereka yang bertobat yang seharusnya bisa diganti dengan hukuman seumur hidup juga menjadi pertimbangan.
Pendeknya, para pihak yang muncul dalam perdebatan ini baik yang pro maupun kontra bukan saja memperkaya khazanah pengetahuan hukum, namun juga mengandaikan adanya fenomena tuntutan agar hukum bukan saja mengedepankan asas penghukuman semata-mata, namun juga tidak terpisahkan dari konteks sosial dimana hukum tersebut tumbuh. Paling tidak, relevansi penerapan dan penghapusan hukuman mati kedepan tidak semata-mata mengedepankan gagasan keadilan dari sudut pandang negara, tapi juga merupakan aspirasi dan kehendak masyarakat dengan tetap memperhatikan perubahan pandangan hukum nasional dan internasional seperti UUD 1945, Kovenan/konvensi Internasional yang telahi diratifikan Pemerintah Indonesia, serta nilai-nilai yang dianut masyarakat secara umum.

No comments: