Business Accounting
An online business accounting resource that's FREE! Learn accounting principles, business investments, debits and credits, financial ratios, improving profits, breakeven point, and more. Accountingcoach.com will help you become financially literate. Online Accounting Course
The best online accounting course, and it's FREE! Learn accounting principles, debits and credits, financial ratios, breakeven point, improving profits, and more. Accountingcoach.com's online accounting course will help you become financially literate.
Google
Harstone Pottery is handmade in Ohio! It takes 8 days to make a piece. Start your collection today! Perfect for gifts!

eranon

TRY THIS ! ! !






Wednesday, January 9, 2008

Menyusuri Hutan Perbatasan Kalimantan-Sarawak Malaysia Dapat Sapi, "Indon" Dapat Ayam

Kompas/dedi muhtadi
MANAKALA warga lapar, tak ada lagi yang peduli pada ideologi. Sepanjang ada yang menawari makanan, tangan mereka pasti akan dibuka lebar-lebar. Maka, ketika lapar semakin menjadi-jadi karena krisis ekonomi, orang yang menolong mereka pun dipuja sebagai sang dewa penolong, walau sebenarnya orang-orang itu mengisap darah mereka. Keadaan seperti itulah yang terjadi di perkampungan-perkampungan di kawasan hutan alam tropis di perbatasan Kalimantan-Sarawak, Malaysia Timur. Ketika krisis ekonomi melanda republik ini, banyak pengusaha kayu dari Malaysia datang ke Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, yang berbatasan dengan Distrik Lubok Antu, Sarawak. Pengusaha Malaysia, yang umumnya menguasai teknologi informasi, paham betul terhadap karakter orang Indon. Mereka langsung mendatangi masyarakat di desa-desa, menawari uang dan peralatan berat untuk menebang kayu. Dan, mereka pun disambut bak dewa penolong. Dalam waktu singkat, rumah warga yang tadinya kecil dan reyot dibangun dua lantai, dengan dilengkapi berbagai perabotan mahal seperti televisi, kulkas, dan parabola. Siapa yang tak tergiur melihat mereka punya mobil lebih dari satu? Apalagi jalan ke kampung mereka sudah dibuka untuk jalan logging (mengangkut kayu log). Tak heran bila penebangan dan penjarahan hutan di perbatasan Kalimantan-Sarawak itu marak. Walau begitu, ternyata peningkatan kesejahteraan itu tidak merata. Mereka yang tiba-tiba jadi orang kaya itu umumnya warga yang tingkat "kelaparannya" paling menonjol. Sebagian besar warga tetap saja miskin. *** MENURUT Camat Badau, Parbubu L Tobing, perambahan hutan dan penebangan kayu secara ilegal makin marak selama empat tahun terakhir. Puncaknya adalah saat dihentikannya kegiatan PT Yamaker (Yayasan Maju Kerja) milik Departemen Pertahanan yang diberi hak pengusahaan hutan (HPH) seluas hampir satu juta hektar di perbatasan Kalimantan-Sarawak. Pencabutan izin kegiatan PT Yamaker yang dinilai tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan itu bersamaan dengan datangnya badai krisis. Sejak itulah sejumlah oknum yang berpengaruh di kampung perbatasan itu mulai ditawari kerja sama oleh pengusaha Malaysia untuk menebang kayu. Mula-mula, pengusaha Malaysia hanya bermain di belakang layar. Belakangan mereka pun terlibat langsung dalam kegiatan penebangan dan penyelundupan kayu di lapangan. Dalam sekejap, mereka pun beralih ke ringgit. "Rupiah makin tidak ada harganya. Karena itu, warga di sini tidak mau pegang rupiah," ujar sejumlah pedagang valuta asing (money changer) di perbatasan. Pengusaha Malaysia juga tak segan-segan menawarkan jasa kepada para aparat kecamatan, baik dalam bentuk uang maupun tawaran bepergian ke Kuala Lumpur. Mereka berjanji membiayai segala yang diminta aparat, yang penting mereka diizinkan menebang kayu. Untuk mengamankan kegiatan itu, mereka melibatkan puluhan samseng (preman berani mati) yang dilengkapi senjata api. "Kami benar-benar tidak berdaya sekaligus kehilangan muka di mata warga," ujar Camat Badau, yang dibenarkan Sekretaris Wilayah Kecamatan Badau, S Tali. Badau hanyalah salah satu dari 24 pintu keluar untuk penyelundupan kayu ke Malaysia. Selain Badau, lokasi penebangan ilegal itu terjadi juga di Kecamatan Batang Lupar, Nanga Kantuk, Banua Martinus, dan Embaloh Hulu. Semuanya terletak di Kabupaten Kapuas Hulu yang merupakan kawasan hulu Sungai Kapuas, sumber air bagi jutaan warga Kalimantan Barat. Kayu yang ditebang adalah jenis meranti, jelutung, kempas, serangan batu, dan lainnya. Kayu-kayu yang diselundupkan itu berupa balok dan papan. Ukuran kayu balok rata-rata 15 x 20 cm. Setiap hari kayu yang diangkut ke Malaysia berkisar 40-50 truk. Dalam satu truk terisi 30 batang atau satu tan (sekitar 1,25 kubik). UNTUK kelancaran pengangkutan, pengusaha Malaysia juga membuka tiga jalur jalan kayu yang menghubungkan Lubok Antu Sarawak dengan Badau. Kayu yang diangkut itu dibongkar di garis perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak. Di sana, kayu dijual kepada pengusaha Malaysia seharga 450-500 ringgit (1 ringgit Rp 2.300). Di sekitar perbatasan dalam wilayah Malaysia, sudah dibangun beberapa perusahaan penggergajian kayu (sawmill). Dalam tiga tahun terakhir, kayu yang mengalir dari Kalimantan Barat ke Sarawak lewat tiga jalan khusus itu mencapai jutaan tan. Di Malaysia, kayu yang sama dijual kepada perusahaan sawmill sebesar 2.700 ringgit (Rp 6,21 juta). Melihat kondisi penjarahan kayu yang sulit dikendalikan itu Camat Badau pernah mengusulkan agar diberlakukan retribusi terhadap kayu yang diangkut ke Malaysia. Tetapi usul itu ditolak pihak legislatif di tingkat kabupaten dengan alasan tak ada dasar hukum (peraturan daerah) yang mengatur tentang hal itu. Padahal, di lapangan, penjarahan kayu kian marak. Karena itu, sampai sekarang, negara tak mendapatkan sepeser pun dari bisnis kayu yang dikuasai warga jiran itu. Akibatnya, Indonesia yang punya hutan hanya dapat ayam, sedangkan Malaysia dapat sapi. (Jannes Eudes Wawa/Dedi Muhtadi)

1 comment:

Anonymous said...

Hello from France !

Do you speak French ?

Salty Dog from

http://songitude.blogspot.com/