Jakarta, Kompas-Untuk menjadi pemimpin andal, seseorang tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual dan emosi, melainkan juga kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual itu merupakan kemampuan seseorang untuk menyelaraskan hati dan budi sehingga ia mampu menjadi pemimpin yang berkarakter dan berwatak positif.
Demikian dikatakan oleh mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Alwi Shihab dalam sebuah forum diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Corporate Leadership, Kamis (30/5), di Jakarta, bertema "Mengkaji Lebih Jauh tentang Spiritual Intelligence". Dalam forum tersebut hadir pula Frans Mardi Hartanto dari Institut Teknologi Bandung, Direktur Yayasan Tazkiyah Sejati Jalaluddin Rahmat, Executive Chairman "Agritani" Palgunadi T Setyawan, Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Frans Magnis Suseno SJ, dan Direktur Eksekutif Pendidikan Madania Komaruddin Hidayat.
Menurut Alwi Shihab, kecerdasan spiritual penting sekali karena berpengaruh pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu melihat sesuatu di balik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Dengan demikian, kemanusiaan manusia sungguh-sungguh dihargai.
Dengan mengutip Plato, dia mengatakan bahwa kesengsaraan pada dasarnya disebabkan oleh kebodohan (ignorance). Kebodohan tersebut berakar pada ketidakmampuan seseorang mengenali dirinya sendiri. Oleh karena itu, unsur spiritual sangat diperlukan seperti halnya unsur fisik agar seseorang mampu melihat lebih dalam.
Alwi menambahkan bahwa spiritualitas itu mengarahkan manusia pada pencarian hakikat kemanusiaannya. Menurut dia, hakikat manusia itu dapat ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan Allah. "Mistisisme membantu manusia untuk mencari something out there that are unknown (sesuatu di luar sana yang tidak diketahui). Allah itu amat bernilai, tetapi tersembunyi. Tetapi, rahmat Allah mengatasi batas-batas buatan manusia sehingga manusia paham tentang Allah. Dikatakan cerdas karena manusia senantiasa ingat pada Allah ketika ia melakukan karyanya," kata Alwi Shihab.
Frans Magnis Suseno SJ mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual membantu meningkatkan kompetensi para pemimpin untuk mengambil keputusan. Ia mendasarkan kajian itu pada tradisi mistik Ignasius dari Loyola yang biasa disebut dengan latihan rohani atau exertitia spiritualis. Latihan itu dilakukan dalam sebuah masa tertentu, misalnya satu bulan atau delapan hari. Dalam masa tersebut, secara khusus seseorang diajak untuk berkonfrontasi dengan hidupnya sendiri. Tujuannya adalah untuk menaklukkan diri dan mengatur hidup begitu rupa sehingga tidak ada keputusan yang diambil di bawah pengaruh sikap kelekatan pada apa pun.
Alat ukur
Jalaluddin Rahmat melihat bahwa spiritualitas berbeda dari religiusitas atau keberagamaan. Ia mengatakan bahwa ukuran keduanya berbeda. Kecerdasan, paparnya, bersifat eksistensial dan memiliki sense of mission.
No comments:
Post a Comment