Business Accounting
An online business accounting resource that's FREE! Learn accounting principles, business investments, debits and credits, financial ratios, improving profits, breakeven point, and more. Accountingcoach.com will help you become financially literate. Online Accounting Course
The best online accounting course, and it's FREE! Learn accounting principles, debits and credits, financial ratios, breakeven point, improving profits, and more. Accountingcoach.com's online accounting course will help you become financially literate.
Google
Harstone Pottery is handmade in Ohio! It takes 8 days to make a piece. Start your collection today! Perfect for gifts!

eranon

TRY THIS ! ! !






Tuesday, November 20, 2007

Melalui Revitalisasi Pertanian, Membangun Peradaban

Oleh : Jusuf Sutanto / Koordinator Tim Editor
Disampaikan dalam acara
Bedah Buku ‘ Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban “
UIN Syarif Hidayatullah – Jakarta tgl 23 Januari 2007
Dan
Diperkaya dengan masukan dalam Seminar dan Bedah Buku di ITB tgl 15 Pebruari 2007

Pendahuluan
‘ Nothing in life is to be feared. It is only to be understood ‘ ( Maria Curie )

Semenjak jutaan tahun manusia hidup dan menganggap bahwa bumi tempat tinggalnya adalah sebuah bidang yang rata dan solid, di atasnya ada atap yang melengkung tempat bertenggernya matahari, bulan, bintang-bintang dan awan.
· Phythagoras (abad ke 6 SM) ilmuwan Yunani adalah yang pertama-tama mengusulkan bahwa Bumi berbentuk bola dan letaknya di Pusat Alam Semesta.
Pendapat ini juga dianut oleh orang terpelajar seperti Plato ( 427 – 347 SM) , Aristóteles (384 – 322 SM) dan Ptolomeus (140).
· 2000 tahun setelah Phytágoras atau 450 tahun lalu Kopernikus ( 1473 – 1543 ) mengkoreksi bahwa bumi memang bulat, tapi matahari menjadi pusatnya ( Helio-centrisme ) lalu dikukuhkan oleh Galileo (1564 – 1642) setelah ditemukan teleskop sederhana kemudian Isaac Newton (1687) membantu melalui hukum gravitasinya menjelaskan mengapa planet mengitari Matahari. Johannes Kepler juga bisa menghitung dengan hukumnya mengenai pergerakan planet.
· Baru 200 tahun lalu Herschel (1805) dengan teleskop yang lebih kuat menemukan bahwa matahari hanyalah satu di antara jutaan bintang dalam sekelompok besar bintang yang disebut galaksi sehingga pandangan bergeser menjadi Cosmo-centrisme.
· Semenjak itu ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat cepat dan semakin bertambah cepat lagi ketika ditemukan ilmu Físika Kuantum yang kemudian membuahkan penemuan teknologi yang mengolah benda-benda dalam skala super mikro yang dikenal dengan ‘nano’ tapi kemampuannya luar biasa.

Kalau paradigma Newtonian menghasilkan teknologi mesin untuk mengolah obyek berskala besar, maka nano teknologi, kultur jaringan, rekayasa genetik mengolah phenomena berskala super kecil tapi bisa menghasilkan output super besar bahkan misalnya dalam hal komputer harganya malah semakin murah. Kedua jenis teknologi itu kini berlomba-lomba menguras sumber daya alam dalam tingkat yang semakin mencemaskan bagi masa depan umat manusia.

Pada awal tahun 1960 (baru 45 tahun lalu) mulai terjadi loncatan besar yang luar biasa
dan menakjubkan ketika para astronot melalui pesawat ulang-alik bisa merekam sendiri
dari angkasa bagaimana kedudukan bumi di tengah jagad raya. Juga pandangan tentang
kita hidup di atas benua yang tidak solid tapi mengambang, akhirnya mulai diterima
dengan baik. Teori yang menyatakan bahwa benua bergerak akan membantu kita
memahami banyak gejala seperti gempa bumi, pembentukan gunung, aktivitas gunung
api, tsunami dan sebagainya.
Sayang sekali perkembangan ilmu pengetahuan ini tidak diimbangi secara memadai dengan perubahan cara pandang masyarakat dalam bidang spiritual yang masih belum beranjak dari geo-centrisme dan anthropo-centrisme yang sudah berakar ribuan tahun. Pandangan Galileo tentang bentuk bumi, Charles Darwin ( 1809 – 1882 ) tentang asal usul manusia dan Teilhard de Chardin (1881–1955) tentang evolusi manusia , dan kemudian Anthony de Mello ditanggapi dengan sikap reaktif karena dianggap membahayakan doktrin spiritual bahkan sampai saat inipun masih ada orang-orang yang bersikap mendua. Padahal kita tahu bahwa perubahan masyarakat yang dipacu oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bisa dihindarkan.
Di negara kita Indonesia, bisa disaksikan bagaimana teknologi ala Newtonian dan Nano teknologi bersaing ketat di tengah masyarakat yang masih menggunakan cara-cara tradisional yang sangat sederhana. Karena itu kita bisa membayangkan betapa akan terjadinya ketimpangan yang makin melebar sampai suatu saat akan menjadi penyebab ketegangan sosial. Ketegangan ini muncul dalam berbagai bentuk seperti membenturkan vis a vis antara yang kecil dengan besar, issue iman dan takwa dengan sekularisasi / sekularisme / westernisasi, ancaman dominasi asing dan sebagainya.
Setelah terbukti jalan kekerasan ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalan, malahan menambah masalahnya menjadi semakin rumit saja, maka satu-satunya yang masih ada adalah Jalan Dialog Peradaban.
Pertanian seperti dibahas dalam buku ini, ternyata bukan hanya sekedar urusan pangan, tapi juga merupakan suatu ajaran tentang kearifan dalam mengatur kehidupan. Karena itu kita perlu merubah persepsi bahwa alam semesta ini terdiri dari kumpulan obyek yang digerakkan oleh kekuatan dari luar dirinya, tapi ternyata merupakan komunitas subyek yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya dan bersama-sama sedang menari. Bukan seperti halnya kain - benang – jarum yang oleh tangan manusia disulam menjadi bunga. Para pemangku kepentingan yang terlibat adalah subyek hidup yang datang tanpa diundang dan pergi begitu saja tanpa memberitahu pada saatnya yang tepat sebagai Jalan Alam yang merupakan dasar sesungguhnya bagi konsep Civil Society, yang berbeda dengan Etatisme dimana semuanya serba diatur oleh negara, seperti diungkapkan oleh syair kuno sebagai berikut :
“ Musim semi tiba, dan rumputpun tumbuh dengan sendirinya “
Kita sungguh membutuhkan pemimpin generasi baru yang mampu memahami perubahan ini sehingga dalam waktu yang singkat bisa mencerahkan bahwa kita merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dunia dan alam semesta yang satu ‘ belonging to one world and one universe ‘ sehingga tidak sampai cerai berai dan bisa membawa masyarakat menuju peradaban baru yang bisa berkelanjutan.
Titik Balik ( Fu )
“ Setelah masa pelapukan, datanglah Titik Balik ;
Cahaya penuh kuasa yang selama ini ditekan, kini kembali.
Ada gerakan, tapi tidak berdasarkan kekuatan.
Gerakannya alamiah dan muncul secara spontan.
Karena itu, peralihan dari yang tua menjadi gampang.
Yang lama ditinggalkan seraya yang baru diperkenalkan.
Karena keduanya sesuai dengan masanya, maka tidak membuat cedera “
( Kitab Perubahan I Ching )

Pangan dan Peradaban
Kalau kita dalam keadaan sangat membutuhkan pangan dan terpaksa harus mengimpor dari luar, maka kita akan kecewa bila negara suplier memasang harga tinggi. Demikian pula sebaliknya bila kita mengekspor kelebihan pangan kita dengan memasang harga serupa karena kita tahu sangat dibutuhkan oleh negara yang mau membeli untuk mengatasi kerawanan pangan. Karena itu memang masalah pangan akhirnya adalah terkait dengan masa depan peradaban umat manusia.
“ Jangan berbuat sesuatu kepada orang lain yang kamu tidak mau
orang lain melakukan hal itu kepadamu “.
Buku ini menarik karena mulai dari melihat judulnya saja sudah mengundang pertanyaan. Kita yang sudah terbiasa dengan cara pandang linier dan terperangkap dalam kebiasaan melihat masalah dari satu sisi saja sesuai bidang spesialisasi, kini diajak untuk menemukan the hidden connections dari berbagai phenomena sebagai komunitas dari subyek dimana kita sendiri ikut menari bersamanya seperti dikutip dari pendapat Vaclav Havel yang mengawali Prakata Tim Editor. Seperti orang buta yang merasa sedang memegang patung gajah dan tiba-tiba pengelihatannya pulih kembali. Lalu sadar ternyata sedang berhadapan dengan gajah hidup dan liar yang sedang menari sehingga terperangah dan bingung setengah tidak percaya.
Kejadian ini tidak mengherankan karena ilmu dan ilmuwan kita sudah dikotak-kotakkan dalam spesialisasi yang semakin tak terbatas seperti sebuah kerajaan dengan para spesialisnya sebagai raja. Meski tujuannya bisa dimengerti supaya lebih efektif, tapi memunculkan resiko menghasilkan ilmuwan yang hanya memiliki satu sepatu atau paling banter sampai dua / tiga melalui program double- / triple- degree. Bilamana ketemu dengan kaki yang lebih besar, maka kaki itu yang harus dipotong supaya bisa masuk. Bilamana ketemu kaki yang lebih kecil, maka harus dicocok-cocokkan supaya pas dengan metode yang dipelajari di sekolah (metodolatri). Padahal kini kita semua sedang menghadapi dunia yang semakin menyatu, terus berubah dan hidup dalam hubungan keterkaitan satu dengan yang lainnya seperti layaknya gajah liar yang sedang menari. Karena itu alih-alih bisa menyelesaikan masalah, malah membuat kehidupan kita menjadi ringkih seperti kaca mobil yang sudah diproses “tempered “. Bilamana terbentur dan sampai pecah akan hancur berkeping-keping. Celakanya kalau kepingannya masih tajam, akan melukai masyarakat.

Natur dan Kultur
Peradaban atau kultur adalah buatan manusia, sedangkan nature adalah berasal dari Sang Pencipta. The Green Revolution adalah agri-culture yang menggunakan ekologi buatan manusia untuk mengatasi kekurangan pangan sebagai akibat pertambahan penduduk. Kini ternyata secara ekologis tidak bisa berkelanjutan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan telah membuat punahnya fauna dan micro-organism di sekelilingnya serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kultur hanya bisa berkelanjutan bila mengikuti prinsip-prinsip nature. Lalu bagaimana mengatasi pertambahan penduduk dunia yang saat ini sudah 6,8 milyar dan akan terus bertambah ?
Teknologi benih hybrida untuk meningkatkan panen, hanya merupakan solusi sementara karena belum menjawab masalah lingkungan. Pertanian organik hanya menjawab persoalan lokal dan tidak bisa dipakai untuk mengatasi masalah ketahanan pangan global. Kembali ke pertanian berdasarkan rotasi tanaman untuk memotong siklus hama dan menjaga kesuburan tanah, memerlukan perubahan pola dan budaya makan berbasis tepung. Mengembangkan teknologi benih padi yang bersifat aerobic untuk menurunkan kebutuhan air , akan membuat sawah menjadi produsen asap CO2 dan NO yang akan membuat efek rumah kaca.
Mengurangi jumlah penduduk dengan melegalkan aborsi akan menimbulkan masalah moral. Melalui keluarga Berencana memerlukan konsensus dan dukungan dari lembaga-lembaga yang memegang otoritas moral dan keagamaan. Melalui perang konvensional hanya mengurangi beberapa ribu manusia saja. Melalui perang nuklir akan membuat dampak lintas negara yang lama dan terus berkelanjutan yang tidak bisa dikendalikan. Atau kita menunggu supaya terjadi bencana dahsyat yang memusnahkan banyak manusia seperti jatuhnya meteor dari langit dan membentur bumi atau ke laut sehingga menimbulkan tsunami yang maha dahsyat atau terjadinya pandemi penyakit. Semua ini tentunya bertentangan dengan kepercayaan dan harapan bahwa ada Pencipta yang Maharahim dan Maha kuasa dan juga mempertanyakan kemampuan science, yang merupakan usaha manusia dan dipercaya bisa memajukan peradaban.
Sedangkan seluruh bangsa di dunia telah terlanjur memutuskan pangan sebagai hak asasi manusia. Ini menjadikan pangan menjadi masalah humanisme, dan bukan sekedar nasionalisme saja. Suatu negara dianggap telah melanggar hak asasi manusia bilamana tidak berhasil menyediakan pangan bagi warganya. Dunia international juga tidak bisa tinggal diam bila terjadi kekurangan pangan di tempat lain. Ini berarti juga bahwa setiap orang mempunyai hak atas pangan yang ada dimanapun di seluruh dunia.
Dilema ini akan menggelitik kita untuk merefleksikan kembali persepsi kita pada konsep Monotheisme yang percaya pada Sang Pencipta yang Maha Tahu – Kuasa – Pengasih dan Penyayang. Apa gerangan yang akan terjadi, apakah Dia akan menjatuhkan pangan dari langit atau merupakan ajakan pada manusia untuk bekerjasama dan berbuat sesuatu sebagai buah investasiNya dalam memberi kebebasan pada manusia. Dengan demikian maka berarti manusia telah berhasil meningkatkan martabatnya menjadi lebih tinggi dari binatang yang hanya mengurus makanan untuk perutnya sendiri saja atau paling banter anaknya yang belum bisa mandiri.
Seperti kata Mahatma Gandhi bahwa alam dapat memenuhi kebutuhan setiap orang (need), tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan ( greed ) satu orang. Ini tidak berarti bahwa setiap orang harus menanam makanannya sendiri atau kembali ke hutan untuk mencari makanan. Bagaimana yang tidak bisa mencari sendiri dan harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan supaya bisa membeli makanan ?

Pangan sebagai Kemaharahiman tak bertepi dari Sang Pencipta
Prof. Sjamsoe’oed Sadjad telah memecahkan mati langkah dalam proses pembuatan buku ketika menulis tentang benih, meski masih belum hidup tapi telah dilengkapi dengan segala hal yang diperlukan supaya bisa menyebar ke seluruh dunia karena didorong oleh tarian alam semesta. Sang Pencipta yang menciptakan mahluk hidup (manusia dan binatang) dengan diberikan kemampuan menyebar dan berkembangbiak, telah merancang sistem autopoesis yang bisa menyebarkan benih untuk mengimbanginya.
Benih ini lalu menari bersama pihak terkait di tempatnya seperti : tanah – cuaca – kupu – serangga dan sebagainya sampai menghasilkan panen. Prof. Dr Francisca Rungkat Zakaria melanjutkan setelah dimakan dan masuk ke dalam mahluk hidup, maka terjadilah tarian bio-kimia yang rumit sekali yang akhirnya akan menentukan kesehatan dari mahluk yang memakannya. Dari buahnya, kita akan tahu bagaimana pohonnya. Seperti halnya di dalam biji sudah ada pohon, maka harapan Sang Pencipta mengenai bentuk ideal ciptaanNya sudah terkandung di dalam prosesnya.
Karena semua orang harus bertanggungjawab dan berupaya untuk mendapatkan makanannya sendiri, maka pertanian dan pangan adalah juga masalah berdimensi nasionalisme. Bahkan negara adhikuasa seperti Amerika menganggap sangat penting pertanian seperti kutipan ucapan presidennya di sampul buku. Perpaduan dari Kemaharahiman Sang Pencipta dan ikhtiar manusia, humanisme / internationalisme dan nasionalisme akan melahirkan gagasan seperti pandangan visioner Bung Karno :
“ nasionalisme yang tumbuh subur di dalam tamansari internasionalisme “

Ilmu Pengetahuan dan Budaya
China, negara dengan penduduk terbesar dunia berhasil menjadi produsen grain terbesar , India dengan penduduk terbesar nomer dua di dunia juga menjadi kedua di dunia.
Lesson learnt from India
Patung Dewa Penari ini dihadiahkan oleh Pemerintah India pada pusat studi nuklir CERN di Swiss sebagai simbol ilmu pengetahuan yang mempunyai misi abadi yaitu : kreativitas – pelestarian dan perusakan supaya bisa terus menerus diperbaiki. Dia menginjak manusia kerdil, simbol ketidaktahuan (ignorance) yang harus diatasi untuk keluar dari siklus penderitaan. Kaki kiri diangkat, simbol pembelajaran. Empat tangannya menunjukkan empat penjuru angin. Satu tangan memegang api, simbol perusakan dan satu tangan memegang drum, simbol kreativitas.

Lesson learnt from China
Kehidupan ini dalam kenyataannya terus berubah dan karena itu yang kekal adalah bahwa semuanya terus berubah seperti gelombang sinus yang berawal dari masa lalu yang tak terbatas ke masa depan yang tak terbatas pula. Kitab yang mempelajari tentang perubahan I Ching ditulis 5000 tahun lalu atau 3000 tahun SM.
“ Musim semi menjadi matang di musim panas, lalu lapuk di musim gugur dan rontok sampai seolah mati di musim dingin, namun tiba-tiba muncul kembali musim semi lagi, tapi musim semi tahun ini berbeda dengan tahun lalu dan juga tahun depan “
Tahun lalu sudah lewat, tahun depan masih jauh karena tahun ini saja masih panjang dan terdiri dari 365 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik = 31.536.000 detik.
Yang nyata hanyalah detik ini dan di sini !
“ Waking up this morning, I smile ; Twenty four brand new hours are before me.
I vow to live fully in each moment ; And look at all beings with eyes of compassion “
( Thich Nhat Hanh “ Present Moment – Wonderful Moment “ )
Berdoa supaya tahun 2007 bisa penuh dengan keberuntungan, tanpa ikhtiar momen demi momen, sama saja dengan orang yang berdoa minta menang loterei, padahal dia tidak pernah beli loterie nya !

Buku ini didedikasikan untuk siapa dan mengapa ?
Mendapat inspirasi dari ceritera Sufi tentang Syech tua menanam kurma.
Mengenal Sang Pencipta bisa dengan jalan membaca yang diwahyukan dalam kitab yang oleh pemeluknya dianggap suci ( Teologi Langit ), tapi juga bisa melalui refleksi setelah menjalani kehidupan. Hidup kita berasal dari leluhur pendahulu kita dan bila dilacak sampai paling hulu, maka kita akan bertemu dengan Sang Maha Leluhur sebagai Sumber dari segala sumber kehidupan. Menyadari hal ini, maka kita mempunyai kewajiban untuk melanjutkan pada generasi mendatang, bukannya menikmatinya untuk diri sendiri ( Teologi Proses ). Hal yang sama juga diceriterakan oleh Siddharta Gautama, Bodhisatva dan Promotheus.
Kutipan Kitab Chung Yung Bab 25 mengajarkan bahwa dalam alam, menjadi besar berarti semakin memberi kehidupan pada yang lain, bukannya menguasai lalu menyeragamkan semuanya, tapi menyatukan keannekaragaman ‘ unity in diversity ‘
“ Segenggam tanah, namun bila jumlahnya besar tak terbatas, bisa memikul gunung tanpa kenal lelah dan menampung sungai dan lautan tanpa pernah bocor ; sesendok air, namun bila dalam jumlah dan luas yang tak terbatas, bisa memberikan kehidupan biota laut ; seonggok batu, namun bila menjadi sebesar gunung, maka bisa menjadi tempat kehidupan bagi flora dan fauna ; langit yang nampak seperti buram tapi dalam keluasan yang tak terbatas, bisa menampung menampung matahari, bulan bintang, cakrawala tertebar di dalamnya dan meliput berlaksa benda “
Inilah yang disebut memahami Kitab Sejati Tanpa Aksara yang tiada lain adalah pengembangan ilmu pengetahuan.
“ Murni dan segar adalah bunga-bunga yang berembun,
Jernih dan nyaring adalah kicauan burung-burung.
Awan berarak tenang, air laut ke biru-biruan.
Siapakah penulis Kitab Sejati Tanpa Aksara ?

Menjulang tinggi adalah pegunungan, hijau adalah pepohonan.
Dalam adalah lembah-lembah, yang lugas adalah arus.
Angin berhembus lembut, rembulanpun cerah.
Diam –diam kubaca Kitab Sejati Tanpa Aksara ”.

Indonesia, negara tropis multi unikum
· Terdiri dari 17.000 pulau dengan garis pantai 81.000 kilometer terpanjang di dunia. Dihuni oleh 300 kelompok etnis dengan ribuan bahasa daerahnya masing-masing.
· Kaya sumber daya laut dan darat karena sepanjang tahun dilewati oleh matahari sehingga bisa mengadakan proses photo-synthesis yang diperlukan untuk pertumbuhan berbagai flora dan fauna. Hutan tropisnya menjadi paru-paru dunia.
Pohon kayu jati dan kayu besi, untuk membuat perahu yang bisa mengarungi samudera di masa lampau, ternyata hanya tumbuh di Thailand dan Indonesia.
· Selama ribuan tahun telah berinteraksi dengan budaya dari luar sehingga hampir tidak mungkin ditemukan suku terasing yang tidak pernah kontak dengan budaya luar kecuali hanya beberapa saja di daerah pedalaman.


Indonesia dalam lintas Dialog Peradaban
· Wilayah Nusantara unik karena pernah dilewati oleh hampir seluruh tradisi besar di Indonesia. Sesuatu yang tidak pernah terjadi di bagian manapun di dunia !
· Seperti matahari, spirit yang terbit di India setelah melakukan perjalanan keluar baik ke utara melalui Tiongkok dan ke selatan melalui Asia Tenggara, keduanya sampai ke Nusantara.
· Demikian juga tradisi dari Timur Tengah, ada yang melalui India lalu Asia Tenggara dan juga yang ke Tiongkok lewat jalan sutera, sampai juga ke Nusantara.
· Yang dari Eropa juga kemudian datang sebagai dampak setelah perjalanan Kolumbus mengelilingi dunia.
· Karena kayu yang cukup kuat untuk membuat perahu yang bisa mengarungi samudera hanya tumbuh di Thailand dan Nusantara, maka logikanya harus ada orang Nusantara yang pergi lebih dulu untuk memperkenalkan kayu tersebut pada suku bangsa lain.
Jejak dari perjalanan budaya itu bisa kita saksikan bertebaran di mana-mana di seluruh wilayah Nusantara. Dalam perjalanan inilah maka seperti halnya biji yang sama ditebarkan di berbagai tempat akan menghasilkan buah dengan bentuk, rasa yang berbeda sesuai keadaan lingkungan masing-masing sebagai akibat terjadi cross cultural fertilization dengan pemikiran dan spirit yang sudah ada lebih dulu.
Dalam pewayangan kita saksikan terjadi pengayaan dengan tokoh Punakawan, silaturahmi Idul Fitri, Mpu Tantular dengan konsep Bhinneka Tnggal Ia, kearifan budaya Sunda silih asah – asuh dan asih. Dalam hal makanan kita mengenal gulai, lontong Cap Go Meh, gambang keromong, tahu sumedang, dan dalam berbusana seperti kebaya encim.

Seni Mengendalikan Gajah Liar yang Menari
Mengelola pertanian dan pangan bukanlah seperti mengatur koleksi obyek-obyek tapi suatu komunitas dari subyek yang berinterkasi atas kemauannya sendiri : datang tanpa diundang dan pergi begitu saja tanpa pamit. Karena demikian banyak dan luasnya pihak-pihak yang terlibat, maka bisa diumpamakan seperti gajah raksasa liar yang sedang menari. Kalau kita pegang buntutnya, maka kita bisa diseret ; tangan kita tidak cukup untuk memeluk perutnya ; memegang kepalanya , tangan kita tidak sampai atau malahan dipukul oleh belalainya atau diseruduk oleh taringnya. Satu-satunya yang terjangkau adalah lututnya saja. Kalau kita pegang erat-erat, maka gajah liar itu akan menyeret atau melempar kita. Karena itu masalahnya adalah apakah kita bisa menjinakkan hanya dengan hanya menyentuh lututnya saja ?
Sayang sekali paradigma ilmu manajemen yang kita kenal saat ini masih belum beranjak dari seperti orang sedang membuat patung gajah dengan menjumlahkan komponen-komponen barang mati yang tidak mempunyai inisiatif sendiri untuk bergerak kecuali digerakkan oleh kekuatan dari luar dirinya. Kepemimpinan dalam pertanian dan pangan sungguh memerlukan seni seperti dirijen sebuah orkestra yaitu :
‘ Specialist for the construction of the whole ‘

‘ Barangkali benar pada umumnya dalam sejarah pemikiran umat manusia,
perkembangan-perkembangan yang paling berhasil sering terjadi pada
titik-titik di mana dua garis pemikiran yang berbeda bertemu.
Garis-garis ini mungkin memiliki akar pada bagian-bagian yang berbeda dari
kebudayaan umat manusia, dalam waktu-waktu yang berbeda atau
tradisi-tradisi religius yang berbeda :
Oleh karena itu jika mereka benar-benar bertemu, yakni jika mereka setidaknya sedemikian terkait satu sama lain sehingga suatu interaksi yang sesungguhnya dapat terjadi, maka seseorang dapat berharap bahwa perkembangan-perkembangan yang baru dan menarik akan mengikutinya ‘ .
( Werner Heisenberg dalam ‘ The Tao of Physics ‘, Fritjof Capra )

Menteri Pertanian - Pendidikan – Agama dan Kebudayaan
Mencius (372 – 298 SM) menjelaskan dalam kutipan di bawah ini bahwa pembangunan pertanian dimulai dengan pendidikan dan akan terus dilanjutkan meski masyarakat sudah memasuki tahap industrialisasi :
” How Chi, Menteri Pertanian kerajaan Yao, mengajar rakyatnya menanam 5 (lima) jenis benih untuk menghasilkan makanan. Bila sudah masak, rakyat menggandakannya. Inilah jalan bagi kebanyakan orang. Ketika perutnya mulai kenyang dan tubuhnya merasa hangat dibalut pakaian yang bagus (apalagi bermerk), maka semangatnya akan merosot sampai pada tingkat binatang, bila diberi kesempatan hidup santai tanpa pendidikan dan disiplin. Karena itu perhatian raja Yao mulai berkembang dan mengangkat Hsieh sebagai Menteri Pendidikan dengan tugas mengajar mengenai 5 (lima) jenis hubungan antar manusia : ayah – anak , suami – isteri, pemimpin – rakyat , yang tua – muda dan saling percaya antar kawan ”
Di zaman dengan masyarakat yang semakin sadar akan kemajemukan dan hak-haknya, ajaran ini bisa merekatkan kembali kohesi melalui insiatif masyarakat sendiri karena apapun agama, suku dan jabatannya, setiap orang akan mengambil peran dalam masyarakatnya sebagai entah orang tua, guru atau senior. Ajaran ini dikenal sebagai Jalan Tengah Sempurna yang intinya adalah mawas diri :
‘ Apa yang kuharapkan dari anakKu, belum dapat kulakukan pada orangtuaKu
Apa yang kuharap dari menteriKu, belum dapat kulakukan pada rajaKu,
Apa yang kuharap dari adikKu, belum dapat kulakukan pada kakakKu,
Apa yang kuharap dari temanKu, belum dapat kuberikan lebih dahulu.
Di dalam menjalankan Kebajikan Sempurna, di dalam berhati-hati membicarakannya, bila ada kekurangannya, Aku tidak berani tidak sekuat tenaga mengusahakannya ; dan bila ada yang berkelebihan, Aku tidak berani menghamburkannya ; maka di dalam berkata-kata selalu ingat akan perbuatan dan di dalam berbuat selalu ingat akan kata-kata. Bukankah demikian ketulusan hati seorang Kuncu ? ‘
Dengan demikian manusia memang merupakan bagian dari keseluruhan yang mengada bersama manusia lain.
Indonesia yang mempunyai posisi geografis di daerah tropis, kaya dengan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, keunikan budaya yang merupakan buah dari pertemuan berbagai tradisi besar budaya dunia dengan kearifan lokal, bisa memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam membangun dunia yang lebih sejahtera, sentosa, aman dan adil.

No comments: